Minggu, 07 Februari 2021

TARI LINDA

 

Tari linda adalah salah satu tarian khas tradisi masyarakat entnis Muna di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Aderelaepe (2017:205) mengatakan bahwa gerakan tari linda meniru gerakan burung wallet yang terbang mengibaskan sayap. Pada mulanya, tari linda lahir dalam perjalanan Wa Ode Wakelu menuju Ternate dalam rangka mencari suaminya La Ode Kadiri bergelar Sangia Kaindea yang pada saat itu (tahun 1667-1668) sebagai Raja Muna XII nonaktif dan kedudukannya digantikan oleh permaisuri. Sejarah mencatat, La Ode Kadiri kembali menduduki jabatan sebagai raja pada periode kedua (1671) setelah dibebaskan oleh permaisurinya. Dalam pelayaran di lautan teduh tersebut rombongan permaisuri Wa Ode Wakelu memperhatikan burung wallet yang terbang mengibaskan sayap di atas lautan teduh. Lebih lanjut Aderlaepe mengatakan, bahwa keberadaan Raja Muna La Ode Kadiri di Ternate karena diasingkan oleh Belanda akibat menolak Belanda masuk ke wilayah Muna.

Batoa (Aderlaepe, 2017:207) menuliskan, Wa Ode Wakelu menemukan suaminya dalam keadaan sangat tersiksa, yakni terikat di bawah istana kerajaan Ternate dan diperlakukan tidak manusiawi. Ketersiksaan yang dialami oleh sang raja menjadi duka mendalam bagi seluruh masyarakat Muna. Sehingga di tengah pertunjukan tari linda tersebut salah seorang penari menyanyikan lagu Dio Lakadandio, yakni lagu bertema kesedihan mendalam.

Mokui (2017:237) mencatat, tahun 1716 – 1757 Raja Muna XVI La Ode Huseini yang diberi gelar Omputo Sangia mengabadikan tari linda dalam sebuah upacara tradisi bagi masyarakat yakni tradisi karia yang hanya dikhususkan bagi perempuan dewasa menjelang pernikahan. Iman (2015:62) menyebutkan dalam salah satu sesi tradisi tersebut terdapat pertujukan tari linda. Pertunjukkan tersebut adalah acara yang paling ditunggu-tunggu oleh penonton dan undangan yang hadir. Pertunjukan diiringi dengan alat musik tetabuhan yakni gong, gendang, dan ndengu-ndengu. Selama pertunjukkan penonton dapat menyawer penari dengan uang atau dengan jenis kado lainnya berupa pakaian atau perlengkapan wanita.

Lebih lanjut Iman menjelaskan bahwa tari linda juga merupakan simbol bahwa mereka yang telah mengikuti tradisi karia sudah mampu berkarya atau lebih mandiri dengan pendidikan yang diperoleh selama prosesi adat karia. Sementara itu, Oba (2008:29) mengatakan bahwa tari linda merupakan simbolik dari kelahiran kembali dan sebagai simbol kemenangan karena telah melewati prosesi karia yang sangat panjang.

Pada masa sekarang, tari linda hadir dengan berbagai kreasi gerakan tambahan tanpa mengurangi esensi dari pada tari linda itu sendiri. Tari kreasi tersebut biasanya menjadi pertunjukan bagi khalayak ramai sebagai tarian penyambutan tamu-tamu penting dalam berbagai kegiatan daerah, baik acara resmi pemerintah maupun pertunjukan yang secara umum diadakan oleh masyarakat dalam rangka meyarakan hari-hari besar nasional.

 

DAFTAR PUSTAKA:

Iman, Wa Ode Nur. 2015. Perempuan Muna, Pola Asuh dalam Karia. Kendari: Settung Publishing.

Aderlaepe. 2017. Sejarah dan Kebudayaan Muna. Jakarta: Daulat Press.

Mokui, La. 2017. Hidupkan Kembali Budaya Muna. Kendari: Sendowo Grafika.

Oba, La. 2008. Upacara Adat Kariya (pingitan) sebagai Tutura Masyarakat Muna. Muna: Pemerintah Kabupaten Muna.

 

Foto: Dokumen pribadi dalam acara Karia di Pure Kabupaten Muna tahun 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar