Pada bagian ini akan diuraikan tujuh unsur kebudayaan. Unsur-unsur kebudayaan tersebut yakni sebagai berikut:
1. Peralatan dan Perlengkapan
Hidup Manusia
Perlengkapan dan peralatan hidup di Muna telah
lengkap dan dapat digolongkan modern. Hal ini dapat dilihat pada: pertama, cara
masyarakat dalam berpakaian; kedua, perumahan; mereka meskipun tetap
mempertahankan rumah panggung karena identitas daerah Muna dengan rumah adat
berbentuk panggung namun warga selalu berusaha untuk membangun rumah batu yang
disambung dengan rumah panggung tersebut. Selain itu ada pula warga yang
membangun rumah bertingkat namun dapat dihitung dengan jari. Warga lebih tertarik
membangun rumah yang luas karena lahan yang dimiliki rata-rata luas.
Ketiga, alat-alat rumah tangga yang digunakan
mudah diperoleh dipasar-pasar tradisional. Keempat, alat-alat produksi seperti
mesin jahit sebagain warga telah memilikinya selain beberapa warga masih
mempertahankan budaya menenun sebagai ciri khas daerah. Kelima, alat
transportasi yang digunakan telah memadai, seperti mobil dan kendaraan bermotor
bila di darat, dan spead boad dan jonson sebagai kendaraan di laut yang
menghubungkan antarpulau.
2. Mata Pencaharian Hidup dan Sistem-Sistem
Ekonomi
Mata pencaharian hidup di Muna bermacam-macam,
yakni, petani, peternak, nelayan, pedagang, PNS, perwira polisi, dan tentara. Sistem
pendistribusian dari hasil mata pencaharian ini tidak mengalami kesulitan karena
antara satu dengan yang lain saling membutuhkan dalam memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Selain itu untuk mengirim barang-barang ke daerah di luar Muna
banyak alat transportasi yang dapat disewa oleh para pelaku-pelaku ekonomi di
daerah ini.
3. Sistem Kemasyarakatan/Kekerabatan
Istilah kekerabatan sangat dikenal di daerah
Muna. Istilah-istilah kekerabatan yang digunakan di Muna yakni idha, paapaa, ama, ina, awa, fokoidhau, fokopaapaa,
fokoamau, fokoinau, kakuta/kabhera, isa/poisaha, ai/poaiha, pisa, ndua, ntolu,
fokoanau, finemoghane, finerobhine, bhasitie, fokoawau, ana, kamodu, tamba,
bhai, mosiraha, kamokula,abhi, mieno
lambu, dan awantu/awa wangku.
a. Idha adalah
sebutan untuk ayah pada golongan La Ode dan Walaka;
b. Paapaa adalah
sebutan untuk ibu pada golongan Wa Ode dan Walaka;
c. Ama adalah
sebutan untuk ayah pada golongan maradika;
d. Ina adalah
sebutan untuk ibu pada golongan maradika;
e. Awa adalah
sebutan untuk kakek, nenek, dan cucu untuk semua golongan;
f. Fokoidhau adalah
sebutan untuk paman dari saudara laki-laki ayah dan/atau ibu pada golongan La Ode dan Walaka;
g. Fokopaapaa adalah
sebutan untuk bibi dari saudara perempuan ayah dan/atau ibu pada golongan Wa Ode dan Walaka;
h. Fokoamau adalah sebutan
untuk paman dari saudara laki-laki ayah dan/atau ibu pada golongan maradika;
i. Fokoinau adalah sebutan
untuk paman dari saudara laki-laki ayah dan/atau ibu pada golongan maradika;
j. Kakuta/kabhera adalah
sebutan untuk saudara kandung baik laki-laki maupun perempuan pada semua
golongan;
k. Isa/poisaha adalah
sebutan untuk kakak baik laki-laki maupun perempuan pada semua golongan;
l. Ai/poaiha adalah
sebutan untuk adik baik laki-laki maupun perempuan pada semua golongan;
m. Pisa adalah
sebutan untuk sepupu satu kali baik laki-laki maupun perempuan pada semua
golongan;
n. Ndua adalah
sebutan untuk sepupu dua kali baik laki-laki maupun perempuan pada semua
golongan;
o. Ntolu adalah
sebutan untuk sepupu tiga kali baik laki-laki maupun perempuan pada semua
golongan;
p. Fokoanau adalah
sebutan untuk kemenakan baik laki-laki maupun perempuan pada semua golongan;
q. Finemoghane adalah
sebutan untuk saudara laki-laki pada semua golongan;
r. Finerobhine adalah
sebutan untuk saudara perempuan pada semua golongan;
s. Bhasitie adalah
sebutan kepada keluarga yang hubungannya sudah jauh seperti sepupu empat kali
atau ketika dua orang atau lebih bercerita lalu saling menanyakan asal dari
mana kemudian menyebut nama kakek atau nenek di suatu daerah ternyata mereka
yang bercerita itu merupakan keturunan dari nenek/kakek tersebut;
t. Fokoawau adalah sebutan
untuk nenek atau kakek dan cucu dari saudara pada semua golongan;
u. Ana adalah sebutan
untuk anak baik laki-laki maupun perempuan pada semua golongan;
v. Kamodu adalah sebutan
untuk besan baik laki-laki maupun perempuan pada semua golongan;
w. Tamba adalah sebutan
untuk ipar baik laki-laki maupun perempuan pada semua golongan;
x. Bhai adalah sebutan
kepada teman baik laki-laki maupun perempuan pada semua golongan;
y. Mosiraha adalah sebutan
untuk tetangga atau orang yang sudah dianggap sebagai saudara atau keluarga
sendiri pada semua golongan;
z. Kamokula adalah sebutan
untuk orang tua baik orang tua kandung maupun orang tua pada umumnya, baik
laki-laki maupun perempuan pada semua golongan;
aa. Abhi adalah sebutan
pribadi antara dua individu atas kesepakatan sebelumnya. Misalnya Iman dan Ayu
berteman lalu mereka menyepakati sebuah nama untuk penyebutan mereka. Anggap
saja nama yang disepakati itu adalah ‘Shifa’, maka Iman akan memanggil Ayu
dengan nama Shifa. Demikian pula dengan Ayu, ia akan memanggil Iman dengan nama
yang sama yaitu Shifa;
bb. Mieno
lambu adalah sebutan untuk suami atau istri pada semua golongan;
cc. Awantu/awa wangku adalah sebutan untuk cicit
baik laki-laki maupun perempuan pada semua golongan.
4. Bahasa
Bahasa yang digunakan di pulau Muna adalah
bahasa Muna itu sendiri dan tentu saja bahasa Indonesia. Sekarang ini, baik di
kota maupun di kampung-kampung di pulau Muna, masyarakat lebih cenderung
menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan perkembangan teknologi
seperti penggunaan HP, komputer dalam hal ini internet, dan frekuensi menonton
acara televisi. Sejak kecil, anak akan dibiasakan berkomunikasi dengan bahasa
Indonesia sehingga mau tak mau nenek dari anak ini akan menyesuaikan agar tetap
berinteraksi dengan cucunya.
5. Kesenian (seni rupa, seni
suara, seni gerak, dan sebagainya)
Seperti halnya di daerah lain, kesenian di
Muna bermacam-macam. Seni rupa yang terkenal dan kelihatan di Muna adalah seni
mengukir gambol dan kerajinan mebel. Seni suara ada namanya tradisi kantola, modero, dan gambusu. Seni
gerak ada tari-tarian seperti tari linda,
tari pogala, silat Muna, dan Kontau.
6. Sistem pengetahuan
Sistem pengetahuan masyarakat Muna telah
memadai. Di mana sekolah-sekolah telah tersebar dari kota ke desa-desa. Tenaga pengajar
pun dari kalangan terpelajar seperti sarjana, diploma, dan magister. Dalam hal
berinteraksi antara pengajar dan pelajar tidak mengalami kesulitan karena satu
sama lain saling mengerti dalam hal berbahasa.
7. Religi (sistem
kepercayaan)