Seperti halnya pada masyarakat tradisional lainnya, di daerah Muna
pun dikenal adanya sistem strata sosial atau stratifikasi sosial. Couvreur1
memaparkan stratifikasi sosial di Muna sebagai berikut:
1) Golongan kaomu dan walaka
Golongan kaomu berasal dari keturunan mantan sugi yang berkuasa di Muna dan gelarnya
adalah La Ode bagi laki-laki dan Wa Ode bagi perempuan. La Oba2
menuliskan bahwa sugi yang ada di
Muna terdiri dari lima yakni Sugi Patola,
Sugi Patani, Sugi Ambona, Sugi Laende, dan Sugi Manuru. Istilah sugi
ini diberikan kepada mereka yang memiliki kelebihan. Kelebihan yang dimaksud
adalah kharismatik dalam menjalankan pemerintahan.
Golongan walaka berasal dari keturunan anak sugi dalam
hal ini anak perempuannya (Wa Ode)
yang menikah dengan laki-laki yang bukan keturunan sugi. Sehingga golongan walaka masuk dalam golongan tertinggi
kedua di Muna.
2) Golongan maradika
Golongan maradika terbagi atas tiga. Pertama,
tingkat maradika tertinggi yakni maradika anangkolaki atau fitubhengkauno.
Kedua, maradikano ghoera atau maradikano papara. Ketiga, maradika
yang terendah yaitu maradika poino kontu lakono sau yang berarti maradika serupa sebuah batu sepotong
kayu.
3) Golongan wesembali
Golongan wesembali dikenal dua jenis yaitu la ode wesembali dan walaka
wesembali. Mereka ini merupakan keturunan dari perkawinan yang terlarang
yaitu keturunan Wa Ode dan walaka yang menikah dengan laki-laki
dari golongan maradika. Perkawinan
ini dilarang karena perempuan akan dikucilkan dari keluarga dan tidak akan
mendapatkan hak waris dari orang tuanya.
4) Kaum budak
Para budak ini
berasal dari keturunan maradika yang
dihukum menjadi budak karena berbuat kejahatan atau tidak melunasi
hutang-hutangnya.
Keterangan:
1. Couvreur, J.
2001. Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan
Muna. (Rene van den Berg, penerjemah). Kupang: Arta Wacana Press.
2. La Oba. 2005. Muna dalam Lintasan Sejarah. Bandung:
Sinyo MP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar